Setelah ramalan Suku Maya terkait kiamat 2012 tidak terbukti, seorang aktivis Greenpeace menuturkan bahwa kiamat akan terjadi di tahun 2030. Hal ini diperhitungkan dengan melihat perubahan iklim yang terjadi pada alam.
Teguh Surya, aktivis Greenpeace mengatakan kiamat 2030 didasarkan pada prediksi Intergovernmental Panel on Climate. Prediksi tersebut mengacu pada tingkat konsentrasi CO2 (karbon dioksida) yang disebabkan oleh efek rumah kaca.
Menurut Teguh, kadar CO2 akan menjadi 450 ppm pada tahun 2030. Hal ini bisa mengakibatkan suhu bumi meningkat semakin panas dan bisa mencairkan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Jika terus dibiarkan, maka akan terjadi bencana besar.
�Akan ada kenaikan permukaan air laut, wabah penyakit, badai, dan topan semakin sering terjadi, efeknya mungkin akan seperti kiamat,� jelas Teguh, seperti dikutip dari Tempo.co, Rabu (26/12/2012).
Teguh menjelaskan, jika karbon dioksida terus meningkat, suhu bumi akan naik antara 2-4 derajat Celsius di tahun 2030 mendatang. Kenaikkan suhu ini akan mampu mencairkan semua es di kutub dan mengakibatkan air laut jadi meningkat.
�Kemungkinan 90 persen wilayah Jakarta tenggelam,� kata Teguh. Menurut Teguh, negara-negara kecil di Samudra Pasifik juga akan ikut tenggelam. Masyarakat harus mengungsi karena air telah melalap tanah mereka. Dan wabah penyakit juga akan muncul, terutama di Indonesia yang merupakan daerah tropis.
Perekonomian negara pasti akan terganggu. Pasalnya cuaca ekstrem yang terjadi secara berubah-ubah bisa mengakibatkan para nelayan dan petani merugi. Sejumlah proses industri juga akan terganggu oleh badai dan topan yang sering terjadi.
Menurut Teguh, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memperlambat pemanasan global. Caranya dengan mengurangi munculnya emisi gas rumah kaca yang diakibatkan oleh asap transportasi, pembakaran hutan, dan gas buang industri. Program penanaman seribu pohon juga bisa mencegah pemanasan global. | ciricara.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar